ini ni sob, contoh Essay yang bangus buat referensi. Essay ini milik temanku yang lolos LPDP. isinya sangat menginspirasi dan bagus banget. selamat membaca sob..
Essay Sukses Terbesar Dalam Hidupku
Pendidikan untuk Keluarga adalah Suksesku
Muhammad Syahid dan Mariani Idris adalah orang tua
yang selalu mengawal kesuksesan saya.Walaupun mereka bekerja sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) namun tetap mengutamakan pendidikan di atas segalanya bagi
ke-4 anaknya. Rumah petak kecil di Purwokerto menjadi saksi bagaimana orang tua
saya lebih merelakan “berbeda” dengan kebanyakan orang seusianya yang sudah
dapat membangun rumah sendiri demi melihat semua anaknya menyandang gelar
sarjana. Konsentrasi dalam pendidikan ini dibuktikan dengan menyekolahkan kami
semua di Solo ketika SMU agar kami mandiri. Namun, semua diharuskan kembali
lagi ke kampung halaman ketika kuliah untuk menghemat pengeluaran. Syaratnya,
kami harus masuk ke fakultas ternama di Universitas Jenderal Soedirman,
satu-satunya universitas negeri di Purwokerto.
Sebagai anak pertama, saya akhirnya diterima di Fakultas Kedokteran yang terkenal “mahal” dengan keringanan atas prestasi dan nilai ujian masuk yang baik. Walau begitu, saya bersimpuh menangis meminta izin agar tetap diperbolehkan melanjutkan jurusan FK karena saat itu saya sudah diterima di jurusan Hubungan Internasional Uiversitas Jember. Pasalnya, saya tidak dapat memaksakan diri atas kondisi keuangan orang tua yang masih harus membiayai ketiga adik saya. Hingga akhirnya mama mengizinkan saya lantaran percaya bahwa saya adalah “anak doa”. Berbekal “anak doa”, mama yakin saya akan lulus entah bagaimana caranya nanti mereka mencari uang. Akhirnya saya tahu bahwa orang tua saya “menyekolahkan SK PNS” demi saya. Saya melewati masa-masa berat dimana saya akhirnya lulus menjadi dokter dalam 7,5 tahun. Saya merasakan getirnya menjadi orang pas-pasan yang memaksakan diri berprestasi di kedokteran. Saya bekerja paruh waktu, berorganisasi, berlomba hingga menang, serta mengejar beasiswa belajar di berbagai negara. Apapun saya kerjakan saat itu untuk menghasilkan uang dan mendapatkan keringan SPP karena pada saat bersamaan adik saya juga kuliah di Fakultas Hukum. Hingga akhirnya, saya dan adik pertama saya lulus bersamaan.
Setelah lulus, saya resmi menggantikan peran orang tua
yang telah pensiun dalam membiayai kedua adik saya di Fakultas Pertanian dan
Agama yang masih tingkat awal. Tiga tahun saya bekerja di pelosok dan jauh dari
keluarga hanya demi melihat adik saya tidak lagi merasakan kesulitan ketika
kuliah. Saya berharap akhir 2014 tugas penting ini dapat terselesaikan dengan
sempurna ketika adik saya yang yang terakhir diwisuda. Bangga sekaligus senang
dapat menyisihkan 80 % dari gaji untuk membiayai kuliah dan menghidupi keluarga
sementara sisanya ditabung untuk sebuah mimpi yang tidak pernah padam bahwa
suatu hari saya dapat melanjutkan spesialisasi yang ratusan juta itu.
Saat ini saya mungkin belum di jenjang sukses menjadi
spesialis, namun melihat seluruh adik saya lulus kuliah adalah kesuksesan
terbesar saat ini. Apalagi ketika melihat mereka satu persatu mulai bekerja
sesuai bidang yang mereka sukai. Saya dapat tersenyum puas walau masih ada
pekerjaan rumah lainnya yaitu memotivasi mereka untuk terus kuliah ke jenjang
yang lebih tinggi. “Education is a pill for curing poverty” selalu saya
tekankan karena obat mujarab memang pahit namun menyehatkan. Saya percaya
pendidikan adalah investasi terbesar untuk membebaskan diri dari kemiskinan dan
mencari kekayaan batin. Ini bukan hal mudah mengingat paradigma sebagian besar
kesuksesan di Indonesia masih diukur dari harta kekayaan.
Saya merasakan hal itu karena dibandingkan dengan
rekan dokter lainnya yang sudah dapat mengaplikasikan hasil kerja mereka dalam
bentuk rumah atau kendaraan, saya masih belum memiliki “apa-apa” yang terlihat
secara fisik. Kenyataannya, saya telah meraih harta paling berharga yaitu
menuntaskan janji saya kepada orang tua untuk membimbing saudara saya. Saya
tidak pernah melupakan pelukan Mama dengan mata berkaca-kaca mengucapkan terima
kasih hingga akhirnya tidak ada lagi suara selain isak tangis kita berdua
ketika satu persatu adik saya lulus. Setidaknya, hanya ini yang mampu saya
lakukan atas perjuangan orang tua saya menjadikan saya dokter dengan keringat
dan darah mereka. Setelah ini, saya tahu kesuksesan saya harus diraih lagi
dengan belajar di bangku spesialisasi. Seperti asal kata dokter dari doctore
yang artinya mengajar, saya berharap menjadi spesialis anak dapat membuat saya
berbagi ilmu lebih banyak lagi dengan hal lebih spesifik. Perlahan saya
“mengajar” dan menyederhanakan bahasa medis dengan berbagi tulisan, foto, juga
video melalui tulisan ringan di kanal jurnalistik online bernama Kompasiana
(cabang Kompas) sejak 2009. Saya pun merasa sukses menjadi penulis karena
tulisan bertemakan kesehatan masyarakat pelosok saya seringkali menjadi
Headline di kompasiana, kompas online, maupun kompas cetak. Saya percaya
kekuatan menulis ini nantinya akan membantu saya meniti kesuksesan menjadi
spesialis anak, membuktikan kembali bahwa saya memang “anak doa”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar