PUISI
I.
PENGERTIAN
ATAU DEFINISI PUISI MENURUT PARA AHLI
Puisi secara umum terdiri dari 6 unsur, yaitu:
tema, imajinasi, amanat, nada, suasana, dan perasaan. Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya
berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry
yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan,
1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat
atau mencipta.
Berikut definisi puisi menurut para
ahli :
- Pengertian Puisi Menurut SUMARDI
Puisi adalah karya sastra dengan
bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu
dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif)
- Pengertian Puisi menurut HERMAN J. WALUYO
Puisi adalah karya sastra tertulis
yang paling awal ditulis oleh manusia.
- Pengertian Puisi menurut JAMES REEVES
Puisi adalah ekspresi bahasa yang
kaya dan penuh daya pikat
- Pengertian Puisi Menurut THOMAS CARLYLE
Puisi merupakan ungkapan pikiran
yang bersifat musical.
Jadi, puisi jawa adalah karya sastra
dengn berbahasa jawa yang memiliki daya pikat, bersifat musical, imajenatif, tema,
amanat, nada, suasana, dan perasaan.
II.
SEJARAH
MUNCULNYA GENRE PUISI DALAM KARYA SASTRA
Puisi adalah
kasusteraan yang paling tua. Sejak dahulu, berpuisi adalah cara kuno dalam
masyarakat, atau pada waktu tersebut di sebut mantra. Dalam masyarakat Jawa
terdapat tradisi nembang Jawa, lirik puisi yang dilagukan. Biasanya, nembang
didendangkan pada acara-acara sakral dan penting, seperti acara mitoni, siraman,
dan pesta desa lainnya.
Selain lirik
puisi yang ditembangkan, juga bisa menggunakan kisah cerita, seperti kisah
Raden Panji, Dewi Nawang Wulan, Jaka Tingkir, dan lainnya.
Puisi tidak
hanya dilagukan untuk mengisahkan cerita, namun, puisi juga dapat dijadikan
dialog-dialog dalam pementasan ludruk, ketoprak, drama tradisional Jawa, atau
orang Sumatra Barat menyebutnya Randai. Puisi tak hanya indah kata-katanya,
melainkan juga isinya yang mengandung petuah, nasihat, dan pesan untuk
pendengar.
Dalam
perkembangan puisi di Indonesia, dikenal dengan berbagai jenis tipografi da
model puisi yang menunjukkan perkembangan struktur puisi tersebut. Ciri
struktur puisi dari jaman ke jaman tidak hanya ditandai dengan struktur fisik,
tetapi juga oleh struktur makna atau tematiknya.
Berikut
perkembangan puisi di Indonesia, mulai dari angkatan balai pustaka, hingga
puisi jaman sekarang.
1. Balai Pustaka
·
Pada angkatan ini, puisi masih berupa
mantra, pantun, dan syair, yang merupakan puisi terikat.
·
Mantra, jenis puisi tertua yang
terdapat di dalam kesusastraan daerah di seluruh Indonesia. Kumpulan pilihan
kata-kata yang dianggap gaib dan digunakan manusia untuk memohon sesuatu dari
Tuhan. sehingga mantra tidak hanya memiliki kekuatan kata melainkan juga
kekuatan batin.
·
Pantun dan Syair, puisi lama yang
struktur tematik atau struktur makna dikemukkan menurut aturan jenis pantun
atau syair, dalam hal ini, pantun dan syair masih berupa puisi terikat.
2. Pujangga Baru
(1933-1945)
Jika pada angkatan balai pustaka penulisan puisi masih
banyak dipengaruhi oleh puisi lama, maka pada angkatan Pujangga Baru diciptakan
puisi baru, yang melepaskan ikatan-ikatan puisi lama. Sehingga munculnya
jenis-jenis puisi baru, yaitu : distichon (2 baris), tersina (3 baris),
quartrin (4 baris), quint (5 baris), sextet (6 baris), septima (7 baris), oktaf
(8 baris), soneta (14 baris).
Dalam periode ini terdapat beberapa julukan untuk penyair
Indonesia, seperti Amir Hamzah sebagai Raja Penyair Pujangga Baru, dan ia
disebut oleh H.B. Jassin sebagai Penyair Dewa Irama. J.E. Tatengkeng disebut
sebagai Penyair Api Naionalisme, dan sebagainya.
Para penyair yang dapat dikategorikan msuk dalam periode
Pujangga Baru adalah
o
Amir Hamzah, “Nyanyi Sunyi” / 1937 dan
“Buah Rindu” /1941
o
Sutan Takdir Alisyahbana, “Tebaran
Mega” / 1936
o
Armijn Pane, “Jiwa Berjiwa” / 1939,
“Gamelan Jiwa” / 1960
o
Jan Engel Tatengkeng “Rindu Dendam” /
1934
o
Asmara Hadi, “Api Nasionalisme”
o
Dll.
3. Angkatan 45
(1945-1953)
Jika pada periode sebelumnya melakukan pembaharuan
terhadap bentuk puisi, pada periode ini dilakukan perubahan menyeluruh. Bentuk
puisi soneta, tersina, dan sebagainya tidak dipergunakan lagi. Dasar angkatan 45 ini adalah adanya
‘Surat Keperecayaan Gelanggang’, yang berbunyi :
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan
kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan
orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari
mana dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang
sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok ke
depan, tetapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati
dan pikiran kami.
Kami tidak akan memberi kata ikatan untuk kebudayaan
Indonesia, kami tidak ingat akan melap-lap hasil kebudayaan lama sampai
berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan
kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan
berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara yang dilontarkan
kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha yang
mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas
nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa
revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli; yang
pokok ditemui adalah manusia. Dalam cara kami mencari, membahas, dan
menelaahlah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat)
adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara
masyarakat dan seniman.
Angkatan 45 memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. puisi memiliki
struktur bebas
2. kebanyakan
beraliran ekspresionisme dan realisme
3. diksi
mengungkapkan pengalaman batin penyair
4. menggunakan bahasa sehari-hari
5. banyak puisi bergaya sinisme dan
ironi
6. dikemukakan
permasalahan kemasyarakatan, dan kemanusiaan
Penyair yang dapat diktegorikan pada periode ini adalah
sebagai berikut :
·
Chairil Anwar Krikil Tajam / 1949, Deru
Campur Debu / 1949, Tiga Menguak
Takdir / 1950
·
Sitor Situmorang, Surat Kertas Hijau / 1954, Dalam
Sajak / 1955, Wajah Tak Bernama /
1956, Zaman Baru / 1962
·
Harjadi S. Hartowardojo, Luka Bayang / 1964
·
Dll.
4. Periode
1953-1961
Jika pada
angkatan 45 yang menyuarakan kemerdekaan, semangat perjuangan dan patriotisme,
maka pada periode ini membicarakan masalah kemasyarakatan yang menyangkut warna
kedaerahan. Sifat revolusioner yang berapi-api, mulai merada. Mulai
banyaknya puisi beraliran romantik dan kedaerahan dengan gaya penceritaan
balada. Puisi pada periode ini banyak yang mengungkapkan subkultur, suasana
muram, masalah sosial, cerita rakyat dan mitos (Atmo Karpo, Paman Ddoblang, dan
sebagainya).
Cirri yang menonjol pada periode ini
adalah munculnya politik dalam sastra, sehingga lahirnya LKN, LEKRA, LESBUMI,
LKK, dan sebagainya.
Ciri khas puisi pada periode ini
adalah :
1. Bergaya epic (bercerita)
2. Gaya mantra mulai dimasukkan dalam
balada
3. Gaya repetisi dan retorik semakin
berkembang
4. Banyak digambarkan suasana muram
penuh derita
5. Menerapkan masalah social,
kemiskinan
6. Dasar penciptaan balaa dari dongeng
kepercayaan
Para penyair
yang dapat digolongkan dalam periode ini adalah :
- Willibrordus Surendra (W.S Rendra) Empat Kumpulan Sajak / 1961, Balada Orang-Orang Tercinta / 1957
- Ramadhan Karta
Hadimaja, Priangan Si Jelita / 1958
- Toto Sudarto
Bachtiar, Suara / 1956
- Dll.
5. Angkatan 66
(1963-1970)
Masa ini didominasi oleh sajak demonstrasi atau sajak
protes yang dibaca untuk mengobarkan semangat para pemuda dalam aksi
demonstrasi, seperti pada tahun 1966 ketika sedang terjadi demonstrasi para
pelajar dan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Lama. Penyair seperti Taufiq
Ismail dan Rendra, membacakan sajak protes mereka didepan para pemuda. Untuk
mengobarkan semangat aktivitas kreatis angkatan 66, mulai munculah
fasilitas-fasilitas sastra. Fasilitas tersebut antara lain, munculnya majalah
Horison (1966), Budaja Djaja (1968, dan dibangunnya Taman Isail Maruki (TIM),
yang menjadi pusat kebudayaan.
Pada periode ini berkembang dua aliran besar puisi.
Aliran pertama adalah aliran neo-romantisme yang menegaskan sepi sebagai
perlawanan yang bersifat metafisis, atas dunia. Penyair yang menganut aliran
ini adalah Goenawan Mohammad, Sapardi Djoko Darmono, dan Abdul Hadu W.M.
Aliran yang kedua adalah aliran intelektualisme, aliran
yang menekankan pada pengamatan kritis tentang dunia dan pengalaman pribadi.
Penyair yang yang beraliran intelektualisme adalah Subagio Sastrowardoyo dan
Toety Heraty.
Berikut penyair
yang termasuk dalam angkatan 66 :
- Taufiq Ismail, Tirani / 1966, Benteng / 1966
- Sapardi Djoko
Darmono, Dukamu Abadi / 1969, Mata Pisau / 1974
- Linus Surjadi
A.G., Pengakuan Pariyem / 1981
- Dll.
6. Puisi
Kontemporer (1970 – sekarang)
Pada periode ini puisi disebut puisi kontemporer, puisi
yang muncul pada masa kini dengan bentuk dan gaya yang tidak mengikuti kaidah
puisi pada umumnya, dan memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan puisi lainnya. Dalam
puisi kontemporer, salah satu yang penting adalah adanya eksplorasi sejumlah
kemungkinan baru, antara lain penjungkirbalikan kata-kata baru dan penciptaan
idiom-idiom baru.
Pada puisi kontemporer bertema protes, humanisme,
religius, perjuangan, dan kritik sosial. Puisi kontemporer bergaya seperti
mantra, menggunakan majas, bertipografi baru dengan banyak asosiasi bunyi,dan
banyaknya penggunaan kata dari bahasa daerah yang menunjukkan kedaerahaannya.
Dalam dunia
perpuisisan kontemporer, Sutardji mengebangakan puisi-puisi baru, dan
mengiprovisasi puisinya. Hal ini terlihat pada sajak Sutardji ‘O, Amuk, Kapak’.
Yang termasuk
penyair kontemporer adalah :
- Sutardji
Colzoum Bahri, O, Amuk, Kapak , Tragedi Winka Sihka, Batu
- Emha Ainun Najib,
‘M’ Frustrasi / 1976, Nyanyian Gelandangan / 1981
- Sapardi Djoko
Darmono, Dukamu Abadi / 1969, Mata Pisau / 1974
- Dll.
III. PUISI JAWA LAMA DAN PUISI JAWA MODERN
a. Tembang
dari sastra jawa lama
·
Nasihat agar anak berbakti kepada orang
tua
Wong tan manut pitutur wong tuwo ugi,
Anemu duraka,
Ing dunya tumekang akir,
Tan wurung kasurang-surang.
Maratani ing anak putu ing wuri,
Denpadha prayitna,
Aja na kang kumawani,
Ingbapa tanapa biyang.
Artinya
orang
yang tak menurut nasihat orang tua juga,
mendapat
dosa,
di
dunia dan akhirat,
akhirnya
menderita
Sampai
anak cucu kemudian,
hendaklah
berhati-hati,
jangan
ada yang berani melawan,
ayah
ataupun ibu.
Deskripsi
:
Orang
yang tidak menurut terhadap nasihat baik dari orang tua, selain mendapat dosa
di dunia dan akhirat, orang tersebut juga akan menderita dalam hidupnya bahkan
mungkin sampai anak cucunya. Maka berhati-hatilah terhadap orang tua, jangan
sampai membantah atau melawan orang tua kalau itu baik.
·
Nasihat agar orang percaya atas kekuasaan
tuhan
Ulun miwiti amuji
Ngluhuraken asmaning Allah,
Kang murah ing dunya kabeh,
Ingkang asih ing akerat,
Kang pinuji tan pegat,
Angajar kang kawelas ayun,
Mring sakehing kawulanya.
Hal
49 (wulang Reh, hal. 72 dalam suwanda, 1994: 131-132)
Ping kalih ulun memuj,
mring Kangjeng nabi Muhammad,
salalahu Wasalame,
kang marentah sarenget,
tur nabi sinung rahamat,
pangulu sakabahe rosul,
kekasihira Hyang Suksma kekasih.
Artinya
Aku
mulai dengan memuji
Mengagungkan
asma Allah
Yang
memurah di alam semesta
Yang
dipuji tiada henti
Menganugerahkan
yang dikasihi
Dan
seluruh umat manusia,
Kedua
aku memuji
Kepada
kangjeng Nabi Muhammad
Sallahu
Alaihi Wasalam,
Yang
mengajarkan agama
Sebagai
nabi penuh rahmat
Pemimpin
seluruh rosul
Kekasih
Tuhan yang maha esa.
Hal
14 (“suluk seh ngabdul salam”, tembang asamaradana bait 2 dan 3 dalam suwanda,
1994:67).
Deskripsi
:
Pertama
: Apabila kita memuji kekuasaan, keagungan, kebesaran tuhan dengan rasa cinta
dan iklas, maka tuhan akan lebih cinta kepada kita, sehingga apapun yang kita
butuhkan akan dipenuhi-NYA.
Kedua
: apabila kita menjunjung Nabi dan rosul kita yaitu nabi Muhammd S.A.W, dengan
rasa cinta, maka kita akan mendapatkan syafaatnya kelak karena nabi Muhammad
adalah kekasih tuhan yang Maha Esa.
2. Puisi jawa modern
Tembang
saka pucuk gunung
……
Saka
gunung gamping kang ajeg daktresnani
Uleming
suling lumintir saka gunung lan padesan
Ngumandhangna
tembang-tembang
Kalasangka
ing tanganku munya
Anti
perang !
Artinya :
Dari gunung kapur yang selau kucintai
Merdunya seruling mengalir dari gunung dan
desa
Mengumandangkan nyanyian
Kalasangka di tanganku berbunyi
Anti perang!
Deskripsi :
Tampak tersurat dalam
kutipan di atas bahwa aku lirik selalu mencintai gunung kapurnya karena di
gunung kapur itu selalu terdapat bunyi anti perang. Hal ttu lebih indah
dibandingkan dengan keadaan di tanah Golan dan Kambodia yang disebut-subut pada
baris berikutnya, bayi-bayi mati dipeperangan.
IV. Dalam
laporan penelitian tentang puisi jawa, yang berjudul alam yang terpantul yang
dikaji/diteliti yaitu meliputi:
a.
lukisan alam sekitar seperti flora dan fauna,
b.
lukisan kota dan desa,
c.
lukisan angin,
d.
rembulan dan matahari,
e.
alam kebudayaan meliputi alam desa lama,
f.
alam kemerdekaan,
g.
dan alam asing.
Contohnya beberapa
penggalan puisi :
- yang menunjukkan lukisan alam kota dan desa karya Bambang Sadono SY dengan judul “ yen kowe takon aku iki sapa”.
“…….
Sing kluyuran nyangking bathok kae adhi-adhiku
Sing durung bosen mubeng kutha
Mbrobos lurung macaki dalan
Menaki garising pangurupan
………..”
- yang menunjukkan alam tumbuhan dan binatang karya Martini W.S. dengan judul “pitakon”.
“………..
Kunya iku lugu senengane kembang mlati
…………….”
- yang menunjukkan angin sebagai unsur alam karya St. Iesmaniasita dengan judul “Napisah”.
“Napisah yen angina dumeling
Ing wengi wening
Bikut nuding pa, ndumuk la, wa, ga,……”
- yang menunjukkan matahari dan rembulan karya Sri Setya Rahayu dengan judul “Srengenge”.
“………
Srengenge wis angslup……”
- yang menunjukkan alam jawa lama karya Yunani dengan judul “Wis ora ana maneh kanggo kowe”.
“….. Wacanen dhewe ing kamar
Komik bionic fan flash garden
Ing kono ha na ca ra ka asawang layon…..”.
- yang menunjukkan alam kemerdekaan karya Subagijo I.N. dengan tanpa judul.
“……. Tan prabeda lawan tekading bangsaku
Kang ngugemi marang kamardikan
Tan mraduli cacah pepalanging laku…..”
- yang menunjukkan alam asing karya Anjrah Lelanabrata dengan judul “Tembung saka pucuk gunung”.
“……… bayi-bayi mati iang padhang Golan
Ing Afrika
Ing Amerika…..”.
Referensi
:
Berita, Kata. 2012. ”Puisi-Pengertian Puisi”. Dalam http://www.kataberita.com/puisi/puisi.htm.
Diakses kamis, 7 Maret 2013 pukul 13.00.
Novi. 2011. “Sejarah Puisi Indonesia”. Dalam http://novilycious.blogspot.com/2011/10/sejarah-perkembangan-puisi-di-indonesia.html.
Diakses minggu, 10 Maret 2013 pukul 12.00.
Zahra, Siti, dkk. 2002. “Antologi Puisi Lama Nusantara
Berisi Nasihat”. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Nugraha, Akhmad. 1992-1993. ”Alam yang Terpantul” dalam laporan penelitian Puisi Jawa Modern
1992-1993. Yogyakarya: Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
RAS, J. 1985. “BUNGA
RAMPAI SASTRA JAWA MUTAKHIR”. BELANDA: PT Grafiti Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar