Jumat, 03 Februari 2017

Pengertian Puisi

PUISI

I.       PENGERTIAN ATAU DEFINISI PUISI MENURUT PARA AHLI

Puisi secara umum terdiri dari 6 unsur, yaitu: tema,  imajinasi, amanat, nada, suasana, dan perasaan. Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta.
Berikut definisi puisi menurut para ahli :
  • Pengertian Puisi Menurut SUMARDI
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif)
  • Pengertian Puisi menurut HERMAN J. WALUYO
Puisi adalah karya sastra tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia.
  • Pengertian Puisi menurut JAMES REEVES
Puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya pikat
  • Pengertian Puisi Menurut THOMAS CARLYLE
Puisi merupakan ungkapan pikiran yang bersifat musical.

Jadi, puisi jawa adalah karya sastra dengn berbahasa jawa yang memiliki daya pikat, bersifat musical, imajenatif, tema, amanat, nada, suasana, dan perasaan.

II.    SEJARAH MUNCULNYA GENRE PUISI DALAM KARYA SASTRA

Puisi adalah kasusteraan yang paling tua. Sejak dahulu, berpuisi adalah cara kuno dalam masyarakat, atau pada waktu tersebut di sebut mantra. Dalam masyarakat Jawa terdapat tradisi nembang Jawa, lirik puisi yang dilagukan. Biasanya, nembang didendangkan pada acara-acara sakral dan penting, seperti acara mitoni, siraman, dan pesta desa lainnya. Selain lirik puisi yang ditembangkan, juga bisa menggunakan kisah cerita, seperti kisah Raden Panji, Dewi Nawang Wulan, Jaka Tingkir, dan lainnya.
Puisi tidak hanya dilagukan untuk mengisahkan cerita, namun, puisi juga dapat dijadikan dialog-dialog dalam pementasan ludruk, ketoprak, drama tradisional Jawa, atau orang Sumatra Barat menyebutnya Randai. Puisi tak hanya indah kata-katanya, melainkan juga isinya yang mengandung petuah, nasihat, dan pesan untuk pendengar.
Dalam perkembangan puisi di Indonesia, dikenal dengan berbagai jenis tipografi da model puisi yang menunjukkan perkembangan struktur puisi tersebut. Ciri struktur puisi dari jaman ke jaman tidak hanya ditandai dengan struktur fisik, tetapi juga oleh struktur makna atau tematiknya.
Berikut perkembangan puisi di Indonesia, mulai dari angkatan balai pustaka, hingga puisi jaman sekarang.
1.      Balai Pustaka
·         Pada angkatan ini, puisi masih berupa mantra, pantun, dan syair, yang merupakan puisi terikat.
·         Mantra, jenis puisi tertua yang terdapat di dalam kesusastraan daerah di seluruh Indonesia. Kumpulan pilihan kata-kata yang dianggap gaib dan digunakan manusia untuk memohon sesuatu dari Tuhan. sehingga mantra tidak hanya memiliki kekuatan kata melainkan juga kekuatan batin.
·         Pantun dan Syair, puisi lama yang struktur tematik atau struktur makna dikemukkan menurut aturan jenis pantun atau syair, dalam hal ini, pantun dan syair masih berupa puisi terikat.

2.      Pujangga Baru (1933-1945)
Jika pada angkatan balai pustaka penulisan puisi masih banyak dipengaruhi oleh puisi lama, maka pada angkatan Pujangga Baru diciptakan puisi baru, yang melepaskan ikatan-ikatan puisi lama. Sehingga munculnya jenis-jenis puisi baru, yaitu : distichon (2 baris), tersina (3 baris), quartrin (4 baris), quint (5 baris), sextet (6 baris), septima (7 baris), oktaf (8 baris), soneta (14 baris).
Dalam periode ini terdapat beberapa julukan untuk penyair Indonesia, seperti Amir Hamzah sebagai Raja Penyair Pujangga Baru, dan ia disebut oleh H.B. Jassin sebagai Penyair Dewa Irama. J.E. Tatengkeng disebut sebagai Penyair Api Naionalisme, dan sebagainya.
Para penyair yang dapat dikategorikan msuk dalam periode Pujangga Baru adalah
o   Amir Hamzah, “Nyanyi Sunyi” / 1937 dan “Buah Rindu” /1941
o   Sutan Takdir Alisyahbana, “Tebaran Mega” / 1936
o   Armijn Pane, “Jiwa Berjiwa” / 1939, “Gamelan Jiwa” / 1960
o   Jan Engel Tatengkeng “Rindu Dendam” / 1934
o   Asmara Hadi, “Api Nasionalisme”
o   Dll.



3.      Angkatan 45 (1945-1953)
Jika pada periode sebelumnya melakukan pembaharuan terhadap bentuk puisi, pada periode ini dilakukan perubahan menyeluruh. Bentuk puisi soneta, tersina, dan sebagainya tidak dipergunakan lagi. Dasar angkatan 45 ini adalah adanya ‘Surat Keperecayaan Gelanggang’, yang berbunyi :
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tetapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami.
Kami tidak akan memberi kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat akan melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui adalah manusia. Dalam cara kami mencari, membahas, dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.

Angkatan 45 memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      puisi memiliki struktur bebas
2.      kebanyakan beraliran ekspresionisme dan realisme
3.      diksi mengungkapkan pengalaman batin penyair
4.      menggunakan bahasa sehari-hari
5.      banyak puisi bergaya sinisme dan ironi
6.      dikemukakan permasalahan kemasyarakatan, dan kemanusiaan
Penyair yang dapat diktegorikan pada periode ini adalah sebagai berikut :
·         Chairil Anwar Krikil Tajam / 1949, Deru Campur Debu / 1949, Tiga Menguak Takdir / 1950
·         Sitor Situmorang, Surat Kertas Hijau / 1954, Dalam Sajak / 1955, Wajah Tak Bernama / 1956, Zaman Baru / 1962
·         Harjadi S. Hartowardojo, Luka Bayang / 1964
·         Dll.

4.      Periode 1953-1961
Jika pada angkatan 45 yang menyuarakan kemerdekaan, semangat perjuangan dan patriotisme, maka pada periode ini membicarakan masalah kemasyarakatan yang menyangkut warna kedaerahan. Sifat revolusioner yang berapi-api, mulai merada. Mulai banyaknya puisi beraliran romantik dan kedaerahan dengan gaya penceritaan balada. Puisi pada periode ini banyak yang mengungkapkan subkultur, suasana muram, masalah sosial, cerita rakyat dan mitos (Atmo Karpo, Paman Ddoblang, dan sebagainya).
Cirri yang menonjol pada periode ini adalah munculnya politik dalam sastra, sehingga lahirnya LKN, LEKRA, LESBUMI, LKK, dan sebagainya.
Ciri khas puisi pada periode ini adalah :
1.      Bergaya epic (bercerita)
2.      Gaya mantra mulai dimasukkan dalam balada
3.      Gaya repetisi dan retorik semakin berkembang
4.      Banyak digambarkan suasana muram penuh derita
5.      Menerapkan masalah social, kemiskinan
6.      Dasar penciptaan balaa dari dongeng kepercayaan
Para penyair yang dapat digolongkan dalam periode ini adalah :
-         Willibrordus Surendra (W.S Rendra) Empat Kumpulan Sajak / 1961, Balada Orang-Orang Tercinta / 1957
-         Ramadhan Karta Hadimaja,  Priangan Si Jelita / 1958
-         Toto Sudarto Bachtiar, Suara / 1956
-         Dll.

5.      Angkatan 66 (1963-1970)
Masa ini didominasi oleh sajak demonstrasi atau sajak protes yang dibaca untuk mengobarkan semangat para pemuda dalam aksi demonstrasi, seperti pada tahun 1966 ketika sedang terjadi demonstrasi para pelajar dan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Lama. Penyair seperti Taufiq Ismail dan Rendra, membacakan sajak protes mereka didepan para pemuda. Untuk mengobarkan semangat aktivitas kreatis angkatan 66, mulai munculah fasilitas-fasilitas sastra. Fasilitas tersebut antara lain, munculnya majalah Horison (1966), Budaja Djaja (1968, dan dibangunnya Taman Isail Maruki (TIM), yang menjadi pusat kebudayaan.
Pada periode ini berkembang dua aliran besar puisi. Aliran pertama adalah aliran neo-romantisme yang menegaskan sepi sebagai perlawanan yang bersifat metafisis, atas dunia. Penyair yang menganut aliran ini adalah Goenawan Mohammad, Sapardi Djoko Darmono, dan Abdul Hadu W.M.
Aliran yang kedua adalah aliran intelektualisme, aliran yang menekankan pada pengamatan kritis tentang dunia dan pengalaman pribadi. Penyair yang yang beraliran intelektualisme adalah Subagio Sastrowardoyo dan Toety Heraty.
Berikut penyair yang termasuk dalam angkatan 66 :
-         Taufiq Ismail, Tirani / 1966, Benteng / 1966
-         Sapardi Djoko Darmono, Dukamu Abadi / 1969, Mata Pisau / 1974
-         Linus Surjadi A.G., Pengakuan Pariyem / 1981
-         Dll.

6.      Puisi Kontemporer (1970 – sekarang)
Pada periode ini puisi disebut puisi kontemporer, puisi yang muncul pada masa kini dengan bentuk dan gaya yang tidak mengikuti kaidah puisi pada umumnya, dan memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan puisi lainnya. Dalam puisi kontemporer, salah satu yang penting adalah adanya eksplorasi sejumlah kemungkinan baru, antara lain penjungkirbalikan kata-kata baru dan penciptaan idiom-idiom baru.
Pada puisi kontemporer bertema protes, humanisme, religius, perjuangan, dan kritik sosial. Puisi kontemporer bergaya seperti mantra, menggunakan majas, bertipografi baru dengan banyak asosiasi bunyi,dan banyaknya penggunaan kata dari bahasa daerah yang menunjukkan kedaerahaannya.
Dalam dunia perpuisisan kontemporer, Sutardji mengebangakan puisi-puisi baru, dan mengiprovisasi puisinya. Hal ini terlihat pada sajak Sutardji ‘O, Amuk, Kapak’.
Yang termasuk penyair kontemporer adalah :
-         Sutardji Colzoum Bahri, O, Amuk, Kapak­ , Tragedi Winka Sihka, Batu
-         Emha Ainun Najib, ‘M’ Frustrasi / 1976, Nyanyian Gelandangan / 1981
-         Sapardi Djoko Darmono, Dukamu Abadi / 1969, Mata Pisau / 1974
-         Dll.

III.  PUISI JAWA LAMA DAN PUISI JAWA MODERN

a.       Tembang dari sastra jawa lama
·                     Nasihat agar anak berbakti kepada orang tua

Wong tan manut pitutur wong tuwo ugi,
Anemu duraka,
Ing dunya tumekang akir,
Tan wurung kasurang-surang.
Maratani ing anak putu ing wuri,
Denpadha prayitna,
Aja na kang kumawani,
Ingbapa tanapa biyang.

Artinya
orang yang tak menurut nasihat orang tua juga,
mendapat dosa,
di dunia dan akhirat,
akhirnya menderita
Sampai anak cucu kemudian,
hendaklah berhati-hati,
jangan ada yang berani melawan,
ayah ataupun ibu.
Deskripsi :
Orang yang tidak menurut terhadap nasihat baik dari orang tua, selain mendapat dosa di dunia dan akhirat, orang tersebut juga akan menderita dalam hidupnya bahkan mungkin sampai anak cucunya. Maka berhati-hatilah terhadap orang tua, jangan sampai membantah atau melawan orang tua kalau itu baik.

·         Nasihat agar orang percaya atas kekuasaan tuhan
Ulun miwiti amuji
Ngluhuraken asmaning Allah,
Kang murah ing dunya kabeh,
Ingkang asih ing akerat,
Kang pinuji tan pegat,
Angajar kang kawelas ayun,
Mring sakehing kawulanya.
Hal 49 (wulang Reh, hal. 72 dalam suwanda, 1994: 131-132)
Ping kalih ulun memuj,
mring Kangjeng nabi Muhammad,
salalahu Wasalame,
kang marentah sarenget,
tur nabi sinung rahamat,
pangulu sakabahe rosul,
kekasihira Hyang Suksma kekasih.

Artinya
Aku mulai dengan memuji
Mengagungkan asma Allah
Yang memurah di alam semesta
Yang dipuji tiada henti
Menganugerahkan yang dikasihi
Dan seluruh umat manusia,
Kedua aku memuji
Kepada kangjeng Nabi Muhammad
Sallahu Alaihi Wasalam,
Yang mengajarkan agama
Sebagai nabi penuh rahmat
Pemimpin seluruh rosul
Kekasih Tuhan yang maha esa.
Hal 14 (“suluk seh ngabdul salam”, tembang asamaradana bait 2 dan 3 dalam suwanda, 1994:67).
Deskripsi :
Pertama : Apabila kita memuji kekuasaan, keagungan, kebesaran tuhan dengan rasa cinta dan iklas, maka tuhan akan lebih cinta kepada kita, sehingga apapun yang kita butuhkan akan dipenuhi-NYA.
Kedua : apabila kita menjunjung Nabi dan rosul kita yaitu nabi Muhammd S.A.W, dengan rasa cinta, maka kita akan mendapatkan syafaatnya kelak karena nabi Muhammad adalah kekasih tuhan yang Maha Esa.
2. Puisi jawa modern
Tembang saka pucuk gunung
……
Saka gunung gamping kang ajeg daktresnani
Uleming suling lumintir saka gunung lan padesan
Ngumandhangna tembang-tembang
Kalasangka ing tanganku munya
Anti perang !

Artinya :
Dari gunung kapur yang selau kucintai
Merdunya seruling mengalir dari gunung dan desa
Mengumandangkan nyanyian
Kalasangka di tanganku berbunyi
Anti perang!

Deskripsi :
Tampak tersurat dalam kutipan di atas bahwa aku lirik selalu mencintai gunung kapurnya karena di gunung kapur itu selalu terdapat bunyi anti perang. Hal ttu lebih indah dibandingkan dengan keadaan di tanah Golan dan Kambodia yang disebut-subut pada baris berikutnya, bayi-bayi mati dipeperangan.

IV. Dalam laporan penelitian tentang puisi jawa, yang berjudul alam yang terpantul yang dikaji/diteliti yaitu meliputi:
a.         lukisan alam sekitar seperti flora dan fauna,
b.         lukisan kota dan desa,
c.          lukisan angin,
d.         rembulan dan matahari,
e.          alam kebudayaan meliputi alam desa lama,
f.           alam kemerdekaan,
g.         dan alam asing.

Contohnya beberapa penggalan puisi :
  1. yang menunjukkan lukisan alam kota dan desa karya Bambang Sadono SY dengan judul “ yen kowe takon aku iki sapa”.
“…….
Sing kluyuran nyangking bathok kae adhi-adhiku
Sing durung bosen mubeng kutha
Mbrobos lurung macaki dalan
Menaki garising pangurupan
………..”
  1. yang menunjukkan alam tumbuhan dan binatang karya Martini W.S. dengan judul “pitakon”.
“………..
Kunya iku lugu senengane kembang mlati
…………….”
  1. yang menunjukkan angin sebagai unsur alam karya St. Iesmaniasita dengan judul “Napisah”.
“Napisah yen angina dumeling
Ing wengi wening
Bikut nuding pa, ndumuk la, wa, ga,……”
  1. yang menunjukkan matahari dan rembulan karya Sri Setya Rahayu dengan judul “Srengenge”.
“………
Srengenge wis angslup……”
  1. yang menunjukkan alam jawa lama karya Yunani dengan judul “Wis  ora ana maneh kanggo kowe”.
“….. Wacanen dhewe ing kamar
Komik bionic fan flash garden
Ing kono ha na ca ra ka asawang layon…..”.
  1. yang menunjukkan alam kemerdekaan karya Subagijo I.N. dengan tanpa judul.
“……. Tan prabeda lawan tekading bangsaku
Kang ngugemi marang kamardikan
Tan mraduli cacah pepalanging laku…..”
  1. yang menunjukkan alam asing karya Anjrah Lelanabrata dengan judul “Tembung saka pucuk gunung”.
“……… bayi-bayi mati iang padhang Golan
Ing Afrika
Ing Amerika…..”.

           



Referensi :

Berita, Kata. 2012. ”Puisi-Pengertian Puisi”. Dalam http://www.kataberita.com/puisi/puisi.htm. Diakses kamis, 7 Maret 2013 pukul 13.00.
Novi. 2011. “Sejarah Puisi Indonesia”. Dalam http://novilycious.blogspot.com/2011/10/sejarah-perkembangan-puisi-di-indonesia.html. Diakses minggu, 10 Maret 2013 pukul 12.00.
Zahra, Siti, dkk. 2002. “Antologi Puisi Lama Nusantara Berisi Nasihat”. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Nugraha, Akhmad. 1992-1993. ”Alam yang Terpantul”  dalam laporan penelitian Puisi Jawa Modern 1992-1993. Yogyakarya: Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
RAS, J. 1985. “BUNGA RAMPAI SASTRA JAWA MUTAKHIR”. BELANDA: PT Grafiti Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar