Jumat, 03 Februari 2017

Ibu Pertiwi


Ibu Pertiwi
Tanah air Indonesia merupakan satu-satunya Negara di dunia dengan 17.500 pulau tersebar dalam jarak dari London ke Teheren sebagai kawasan arsipelago diapit oleh dua samudra Hindia dan Pasifik dan dua Benua Asia dan Australia. Negeri kita terletak di khatulistiwa dengan dua musim, hujan dan kemarau disinari matahari sepanjang tahun, Indonesia juga di apit lempeng bumi Asia, Australia, dan pasifik yang  masih bergerak dinamis sehingga menjadikan tanah air kita dikelilingi “Cincin Api” atau Ring Of fire yang aktif melepaskan energy bumi melalui gempa tektonik alam dan juga gempa vulkanis. Di samping kemampuan gempa merusak alam, ia juga mengeluarkan lava sebagai penyebab tanah subur yang membangun alam.
Ketika kearifan nenek moyang berlaku, maka tanah bumi dipandang sebagai ibu dan kita juluki tanah air kita sebagai ibu pertiwi sehingga ada rasa dan sikap kasih pada tanah, air, hutan, fauna-flora dan alam semesta. Alam diperlakukan bagaikan bidadari puteri yang cantik, halus dan lembut. Berkembanglah perilaku menghormati alam dengan berbagai upacara adat.
Semula orang berheran-heran menyaksikan berbagai upacara adat menghormati laut sebelum nelayan turun memancing ikan, dan adat menghormati tanah, pohon dan hewan sebelum bertani dan beternak.
Berbagai tingkah laku perbuatan ini tidaklah rasional. Alam tidaklah untuk dihormati tetapi ditundukkan dengan modal uang dan modal peralatan. Maka lahirlah pola pembangunan rasional mengandalkan kekuatan penalaran. Akal, fikiran, ilmu sains dan teknologi tumbuh berkembang menundukkan dan mengekploitasi alam. Hutan dibabat untuk ladang pertanian. Sungai dibendung untuk waduk pembangkit listrik tenaga air. Sumber energi digali menjadi bahan bakar minyak, batu bara dan gas. Laut bebas dikuras ikannya dengan pukat harimau sampai licin habis habitat ikan. Lansekap pedesaan diubah menjadi perkotaan. Lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia.
Berubahlah perilaku manusia tehadap alam. Sikap eksplotasi, serba keras menghantam dan menundukkan alam melahirkan perlakuan manusia terhadap alam tanah dan air yang berubah, bukan lagi dianggap sebagi ibu pertiwi tetapi fatherland, tanah ayah yang harus dibela mati-matian karena menjadi sumber makan, tempat tanggal dan wilayah kekuasaan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar