Sekeranjang Permen Susu
Pukul tiga sore, Al selesai memberi pelatihan tentang cara membuat mesin cuci portabel kepada para pemuda di balai desa. Pak Kades mendatangi dengan sumringah, mengajak berbincang tentang banyak hal. Tetapi Al harus segera pulang. Besok jadwal mengajar di sekolah, perjalanan dari desa ini ke rumahnya bisa memakan waktu tiga jam.
Di dekat balai desa, ada sebuah toko oleh-oleh. Pak kades mengajak Al singgah sebentar ke sana.
"Ini tanda terimakasih dari pihak desa," ia menyodorkan selembar amplop pada Al. "Dan ada sejumlah oleh-oleh dari saya pribadi."
Al mengucapkan terimakasih. Ia merasa tak enak hati menolak kebaikan lelaki tua tersebut.
Pukul sembilan malam, ia baru tiba di rumah. Kayla bersorak gembira dengan banyak oleh-oleh yang dibawa sang ayah. Ia segera berlari membawa sekeranjang permen susu jatahnya Arini.
"Hadeuh Al, kamu bilang uang honornya mau buat beli seragam Kayla. Nah kok malah borong oleh-oleh segini banyak?" Hana heran ketika Al menyodorkan sekotak besar kerupuk kulit, dua bungkus besar abon sapi dan satu jerigen kecil susu murni padanya.
"Permen susu ini, Pak Kades yang belikan. Ternyata, toko oleh-olehnya milik Bu Murni, guru bahasa Sunda waktu kita SD. Kakak masih ingat, kan? Putra sulungnya, Iqbal, teman sebangkuku," jelas Al.
Hana terdiam. Ia tentu saja ingat Bu Murni. Ia tadinya istri pak kepala sekolah di SD mereka. Mereka pasangan yang serasi. Lalu pak kepala pindah tugas ke luar kota.
"Ya ....kakak ingat, beliau guru yang sangat baik. Tetap mengajar kita dengan ceria walaupun harus mengurus tiga anaknya yang masih kecil sendirian," Hana tersenyum. Rumah Bu Murni dekat sekolah tempatnya mengajar. Jika jam istirahat, Hana dan kawan-kawan suka main ke rumahnya. Iqbal punya dua orang adik yang masih batita. Dua-duanya perempuan. Pipi mereka gembil-gembil sehingga sering jadi sasaran cubit anak-anak yang merasa gemas melihat montoknya mereka.
"Aku ingat, Kak. Setahun setelah pindah tugas, Bu Murni dan suaminya bercerai, lalu tahun berikutnya, ayahnya Iqbal menikah lagi. Iqbal menangis. Tetapi ibunya mengatakan, ini sudah yang terbaik dari Allah. Kita berempat di sini, dan ayah berdua di sana," cerita Al. MataHana menjadi berkabut.
"Allah memberikan Bu Murni yang terbaik, Kak. Sekarang, ia hidup bahagia di masa tuanya. Iqbal dan adik-adiknya sangat menyayangi beliau," Al tersenyum. "Kerupuk kulit, abon sapi dan susu murni ini hadiah dari Bu Murni untuk kita."
Dian Meliana
Komunitas Bisa Menulis
Selasa, 30 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar