Minggu, 07 Mei 2017

PROSA, SENJA MENGHARU KELABU


SENJA INDAH MENGHARU KELABU

Kembal mengukir, di kanvas bentang cakrawala. Tentang rasa, yang selama ini bergelayut atas atap langit. Pada dindinding maya , bertinta jingga. Imaji datang silih berganti, memberi kesan pada ujung pena. Itulah atas nama sajak-sajak cinta, mengurai kisah tinta sang penyair. Membalut luka pusaran aura rindu nan bara, membingkai segumpal gelora rasa.
Jemari terus menari tiada lelah, mengukir sepenggal cerita, tentang abjad ujung kisah. Ialah serupa embun menetes ketika pagi, menjemput mimpi semalam. Berjalan mengarungi waktu menepis lelah, bias mentari menyapa tak hiraukan lagi. Sebab tangan tertujuh satu arah puisi. Liar meninta mencari keindahan diksi, berjalan bagai tinta penyair. Walau ukiran kata tak seindah pujangga.
Kejora adalah nama pemberian pena luka, setianya membingkai dinding-dinding tiada henti. Lara resah membungkus tubuh, Dia tepis dengan kedua selendang jingga. Mulai pagi hingga senja tetap bermain di altar kanca buana, meluahkan gejolak hati. Menumpahkan semua rasa membingkai cerita, Dialah pengukir altar maya.
Tak terasa menepi bias mentari, hingga senja menyapa kediaman bangku bisu. Kaki enggan beranjak, masih menikmati imaji yang terpahat dibibir surya. Entah sampai kapan berakhir, hanya Dialah Maha segala-Nya. Tahu tentang rasa resah pada gadis Kejora. Andai senja memberi jawaban, maka segala diksi-diksi akan terurai indah.
Senja menepi
Meninggalkan cerita
Di bibir surya


Icha Anggreini
Komunitas Sastra Nusantara
BWI 18 4 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar