SENJA INDAH MENGHARU KELABU
Kembal mengukir, di kanvas bentang cakrawala. Tentang rasa,
yang selama ini bergelayut atas atap langit. Pada dindinding maya , bertinta
jingga. Imaji datang silih berganti, memberi kesan pada ujung pena. Itulah atas
nama sajak-sajak cinta, mengurai kisah tinta sang penyair. Membalut luka
pusaran aura rindu nan bara, membingkai segumpal gelora rasa.
Jemari terus menari tiada lelah, mengukir sepenggal cerita,
tentang abjad ujung kisah. Ialah serupa embun menetes ketika pagi, menjemput
mimpi semalam. Berjalan mengarungi waktu menepis lelah, bias mentari menyapa
tak hiraukan lagi. Sebab tangan tertujuh satu arah puisi. Liar meninta mencari
keindahan diksi, berjalan bagai tinta penyair. Walau ukiran kata tak seindah
pujangga.
Kejora adalah nama pemberian pena luka, setianya membingkai
dinding-dinding tiada henti. Lara resah membungkus tubuh, Dia tepis dengan
kedua selendang jingga. Mulai pagi hingga senja tetap bermain di altar kanca
buana, meluahkan gejolak hati. Menumpahkan semua rasa membingkai cerita, Dialah
pengukir altar maya.
Tak terasa menepi bias mentari, hingga senja menyapa
kediaman bangku bisu. Kaki enggan beranjak, masih menikmati imaji yang terpahat
dibibir surya. Entah sampai kapan berakhir, hanya Dialah Maha segala-Nya. Tahu
tentang rasa resah pada gadis Kejora. Andai senja memberi jawaban, maka segala
diksi-diksi akan terurai indah.
Senja menepi
Meninggalkan cerita
Di bibir surya
Icha Anggreini
Komunitas Sastra Nusantara
BWI 18 4 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar