Rabu, 22 Maret 2017

Cinta_Dalam_Sekeranjang_Mangga


Cinta_Dalam_Sekeranjang_Mangga
Oleh: Julaeha Lala
Komunitas Bisa Menulis

Kupandangi sekeranjang mangga muda yang teronggok di atas meja.

"Ini ibu bawain mangga muda, biar kamu cepet hamil. Perempuan yang suka makan rujak biasanya bisa cepat hamil," ujar ibu mertua.
"Iya Kak Sisy, bilangin tuh sama kak Andre jangan terlalu sibuk kerja. Kecape'an juga kan bikin kwalitas hubungan suami istri jadi terganggu," sahut Rima adik iparku, yang sudah lebih dulu berkeluarga dan punya anak dua yang lucu-lucu.
Pagi tadi mereka datang berkunjung untuk pertama kalinya.
.
Hhhh...
Berusaha berpikir positif, pernikahanku dengan Andre sudah berjalan tiga bulan. Sebagai anak tertua dan tergolong lambat menikah, aku bisa mengerti bila keluarganya begitu sangat mengharapkan keturunan dari kami. Tapi bagaimana mungkin?
.
"Jangan terlalu diambil hati."
Hanya itu yang keluar dari mulutnya, saat aku menceritakan perihal kedatangan ibu dan adiknya, dan apa yang mereka inginkan dari kami.
Setelah itu seperti biasa ia sibuk kembali dengan sisa pekerjaan yang dibawa ke rumah.
.
Aku masih terjaga sedang suamiku sudah tertidur dengan pulasnya. Mataku menerawang, bimbang. Bahkan gerakanku yang berbalik kanan dan kiri karena gelisahpun tidak mengusik tidurnya.
Aku maklum, mungkin dia terlalu lelah.
Lelah? Bahkan sejak malam pertama ia selalu dingin.
"Saya capek, mau tidur dulu," ucapnya di malam pengantin kami. Bahkan di saat kami belum melakukan apa-apa.
.
Pernikahan kami memang bukan karena cinta. Usianya yang sudah menginjak kepala empat, dipaksa menikah oleh sang nenek yang tengah sakit parah, denganku yang hanya anak dari bawahan di kantor ayahnya. Dan aku, hanya menurut saja, karena baktiku.
Awalnya aku sangat tidak terima, menikah dengan laki-laki yang terpaut usia lima belas tahun itu, meski aku tahu dia cukup tampan dan mapan.
.
"Belom tidur?" tiba-tiba suaranya menyadarkanku dari lamunan. Dia terbangun. Minum.
"Masih mikirin ucapan ibu?" lanjutnya.
Aku hanya menggeleng. Membenahi selimut pada tubuhku dan berusaha untuk tidur. Berbicarapun percuma pikirku. Entahlah, aku merasa sepertinya dia tidak punya hasrat pada perempuan. Apa dia gay?
Aku bergidik ngeri membayangkannya.
.
Seperti biasa, aku menyiapkan sarapan untuknya. Bahkan di hari sabtupun ia tetap sibuk bekerja.
"Selamat pagii," ucapnya formal seperti biasa.
"Paag gi ju ga ..." balasku ragu ketika kulihat ia hanya memakai kaus dan celana pendek.
"Libur?" tanyaku.
"Kenapa? Ngga suka?"
Aku hanya tersenyum mendengarnya balik bertanya.
"Kasihan mangga mudanya," ujarnya, sambil menimang satu mangga seraya berjalan mendekatiku.
Tingkahnya sangat aneh, tersenyum misterius. Aku yang masih mengaduk nasi goreng menjadi curiga dengan caranya. Ia malah mematikan kompor lalu bergerak cepat membopongku.
"Heii.. apa-apaan sih? Mau dibawa kemana?" teriakku.
Ia menurunkanku perlahan di ranjang, aku langsung berdiri tegang. Ada apa dengannya? Kesambet setan di mana, pikirku.
"Aku ingin tidur dengan istriku. Kenapa?"
"Mas. Ini ngga perlu," ujarku. Aku tahu ia pasti terpaksa melakukan ini.
"Bukankah kamu ingin hamil?"
"Mas ... tolong, jangan lakukan ini. Ibu juga sudah punya dua cucu. Ibu pasti ngerti," aku mulai takut. Aku memang sempat mengeluh, sudah menikah tapi masih gadis. Tapi bukan cara seperti ini yang aku inginkan.
"Maas, jangaann ...!"
* * * * *
Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar