Niko Amri
KISAH KENTUT
Siapa Yang Kentut? Silahkan Berdiri!
Kisah 1
Dikisahkan, bahwa suatu hari para sahabat sedang berkumpul
di masjid. Lalu terciumlah bau kentut diantara mereka, sehingga membuat para
sahabat tidak tahan dengan bau tersebut, salah seorang dari mereka berdiri dan
berkata,
“Barangsiapa yang kentut, silakan bangun”. Hening, tak
seorang pun berdiri.
Ketika datang waktu Isya mereka berkata, “Orang yang kentut
pasti akan berwudhu setelah ini. Orang itulah yang kentut”.
Setelah itu, para sahabat menoleh ke belakang untuk melihat
siapa yang keluar. Masih seperti tadi, tak seorang pun yang beranjak dari
tempat duduknya, mungkin malu.
Lalu Bilal bangun untuk mengumandangkan adzan.Kemudian Nabi
Muhammad berkata: “Tunggu dulu, aku belum batal, tapi aku hendak berwudhu
lagi."
Lalu para sahabat pun ikut berwudhu dan tidak diketahui
siapa yang kentut waktu itu.
Kisah 2
Usai shalat ashar di masjid Quba, seorang sahabat mengundang
Nabi beserta jamaah untuk menikmati hidangan daging unta di rumahnya. Ketika
sedang makan, ada tercium aroma tidak sedap.
Rupanya diantara yang hadir ada yang buang angin. Para
sahabat saling menoleh. Wajah Nabi sedikit berubah tanda tidak nyaman.
Maka tatkala waktu shalat maghrib hampir masuk, sebelum
bubar, Rasulullah berkata:
"Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah ia
berwudhu!".
Mendengar perintah Nabi tersebut maka seluruh jamaah
mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.
Subhanallah.Sungguh, dalam diri Nabi terdapat teladan yang
baik bagi kita semua.
Kisah 3
Kisah tentang menjaga perasaan saudara seiman pun juga
terjadi pada seorang ulama, yaitu Syaikh Abdurrahman Hatim bin Alwan. Beliau
merupakan salah satu ulama besar di Khurasan pada zamannya. Dikenal dengan
Hatim Al A’sham, yang artinya Hatim si tuli.
Suatu ketika ada seorang wanita yang datang menemui beliau.
Namun, tanpa sengaja ia kentut dengan suara yang cukup keras. Wanita itu salah
tingkah, menahan malu. Lalu syaikh ini pura-pura tuli, dan meminta si wanita
mengulangi pertanyaannya.
Dengan sikap sang syaikh,wanita itu pun merasa sedikit lega.
Ia mengira sang syaikh benar-benar tuli. Lalu mereka berbicara dengan saling
meninggikan suara.
Wanita itu hidup selama lima belas tahun setelah kejadian
tersebut. Selama itu pula Syaikh Hatim pura-pura tuli. Hingga wanita itu
meninggal, ia tak pernah tahu kepura-puraan beliau.
Ketiga kisah di atas menceritakan bagaimana seharusnya
seorang muslim menjaga kehormatan saudaranya. Bukan malah menertawakannya atau
menyebarkan aibnya.
Abu Hurairah berkata, Nabi bersabda :
ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤﺎً ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻵﺧِﺮَﺓِ
ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛﺎَﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴْﻪِ .
“... siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan
tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama
hamba-Nya menolong saudaranya.”
5 jam · Umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar