Senin, 17 April 2017

CERPEN, BERTEMU CALON SUAMI

BERTEMU CALON SUAMI

Jika ingat pengalamanku dengan Aki ganteng menjelang pernikahan, delapan belas tahun silam, membuat diri ini tersenyum sendiri. Saat itu pagi, kurang lebih pukul 9. Aku berniat ke apotik. Berbaju merah muda, rok hitam, berpayung untuk menangkal sinar matahari yang mulai menyengat.
Di tengah perjalanan, aku bersisipan dengan seorang lelaki ganteng, berkulit coklat, mengendarai motor dengan pelan. Aku hanya melihat sekilas. Beberapa detik kemudian, terdengar seseorang menyapa.
"Hai! Bukankah kamu calon istriku?" tanyanya. Oh, ternyata lelaki yang bersisipan tadi. Ya Allah, bukankah dia lelaki yang semalam ke rumah? Dia calon suamiku yang baru kemarin menginjakkan kaki lagi di kampung halaman, setelah satu tahun berdinas di Jayapura. Kembali untuk melangsungkan pernikahan.
"Eh, Mas. Maaf, aku lupa ...." jawabku malu. Sungguh hal yang memalukan, lupa wajah calon suami. Mungkin karena baru sekali bertemu. Justru dia yang hapal denganku.
"Nggak pa-pa. Kita kan baru semalam bertemu," katanya sambil tertawa, kemudian mematikan mesin motor.
"Mau ke mana?" tanyanya lagi. "Kok jalan kaki?"
"Ke apotik."
"Ayo, aku antar! Aku mau ke rumah. Ingin bertemu Bapak."
"Bertemu Bapak?"
"Iya. Kita kan beberapa hari lagi mau menikah. Lupa juga?" Dia tertawa. Aku tersenyum.
"Ayo kuantar ke apotik!"
Ragu, aku membonceng. Tangan kiri memegang belakang jok.
Baru sampai beberapa meter, ban motor kempes.
"Aduh, Dik. Bannya kempes. Kita cari tambal ban dulu, ya?" Aku mengangguk. Masih canggung berkomunikasi dengannya. Padahal sebentar lagi, dia akan menjadi suamiku, membawa diri ini jauh ke ujung timur negeri.
"Kok kaku amat, Dik? Takut ya sama aku?" tanyanya seakan tahu isi hatiku.
"Enggak ...."
"Hehe ... aku godain aja, kok. Maaf ya, bannya kempes."
"Habis ini kita pulang saja ya, Mas. Ke apotiknya kapan-kapan."
"Lho, kok?"
"Nggak apa. Kita pulang ya?"
"Oke. Tapi tunggu bannya selesai ditambal."
Aku ingin sampai di rumah. Sebenarnya karena salah tingkah berdua dengan dia. Berbeda kalau berbicara di telpon. Ternyata menghadapi sosoknya langsung membuatku jadi aneh. Mendadak pemalu dan memalukan!
Mungkin inilah salah satu nikmat menikah tanpa pacaran. Ketemu di jalan saja, bisa lupa wajahnya.


Iis Rusmiyati Najib
Komunitas Bisa Menulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar