TANYA
Malam ini aku menyeduh kopi dan menikmatinya sendiri. Di
seberang meja, di kursi yang biasa kau duduki, telah kusiapkan pula secangkir
teh hijau tanpa gula, minuman yang sangat kau suka.
Dan di depan meja ada sebuah novel yang malam ini telah
kutetapkan sebagai kawan peneman insomnia yang sering bertandang. Kau tahu? Aku
menjadi teringat dulu, keluhanmu mengenai kebiasaanku begadang meski berulang
diberi penjelasan kalau insomnia tengah bertandang, bukan niat begadang.
Biasanya wajahmu akan terlipat, lalu meneguk teh dengan
cepat. Namun, meski protes berulang, pengertian tidak jua berkurang. Saat itu
kau pun akan menemani hingga kantuk menyerang, setelah habis lembar demi lembar
novel kuganyang.
Lalu, kau akan menuntunku ke tempat tidur, mengecup kening
dan mengucapkan kata terbaik, semacam, "Good night, have a nice
dream," atau "Selamat tidur gadis mbemku, semoga bermimpi
indah." Dan masih banyak sekali kata yang pernah kau ucapkan, semuanya
berloncatan di ingatan.
Dan di kala pagi, aku dapat melihat cangkir semalam telah
kau bereskan dari meja dan akan ada dua gelas susu coklat hangat sebagai
penggantinya. Oh, ya, selain itu akan ada ritual pelukan pagi yang tidak
kumengerti selalu kau beri. Katamu untuk menyalurkan hangat dan menyadarkan
bahwa hari yang diberikan Tuhan begitu nikmat.
Namun, malam ini aku pun harus menyadari, ingatan itu pun
selayaknya tidak terus terungkit, karena pelan-pelan dada ini terasa sakit.
Di suatu pagi kau pergi, dengan sisa cangkir kita semalam
yang tidak dibereskan juga tidak ada dua gelas coklat hangat ataupun ritual
pelukan.
Yang aku tahu, novel semalam telah terselipi dua buah surat.
Ya, surat, surat cerai lebih tepatnya juga sebuah surat yang menjelaskan kau
meminta aku menanda tanganinya.
Aku terkejut, semalam tadi kau masih saja memberi degup,
lalu di pagi hari kau membuat perasaan campur aduk.
Dan aku tidak bertanya, bahkan sampai hakim mengetukkan
palunya, aku tetap tidak bertanya. Setelahnya, kau pun menghilang entah ke
mana.
Malam ini, sebenarnya aku ingin bertanya, pertanyaan yang
dulu tidak bisa kutanyakan, "Mengapa kita pisah?"
Riris Numus Riestyanti
Komunitas Bisa Menulis
Jkt. 08.03.15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar