Atiyatul Mawaddah Binti Fauzan
Kamis, 6 April 2017
PERTANYAAN BIASA, NAMUN BERBAHAYA
Seorang wanita bertanya pada sahabat baiknya, "Kapan
nikah? Kok belum ada kabar undangan"
Si sahabat menjawab, "Belum tahu, belum ketemu
jodohnya"
Wanita itu menimpali, "Sudah umur segitu lho, kapan
lakunya? Temen-temen yang lain sudah naik pelaminan semua"
(Yang awalnya ia bersabar dalam penantian dengan terus
menyibukkan diri, tiba-tiba gundah gulana, stress dengan beban deadline
menikah, pada akhirnya studi, karir, dan hobinya berantakan)
Saudara laki-lakinya bertanya saat kunjungan seminggu
setelah adik perempuannya menikah, tepat dihari jadi sang adik.
"Hadiah apa yang diberikan suamimu dihari ulang
tahunmu?".
"Tidak ada" jawab adiknya pendek.
Saudara laki-lakinya berkata lagi, "Masa sih, apa
engkau tidak berharga di sisinya? Aku bahkan sering memberi hadiah istriku
walau tanpa alasan yang istimewa".
(Siang itu, ketika suaminya lelah sepulang dari kantor
menemukan istrinya merajuk di rumah. Mengkritik sang suami karena tidak
seromantis kakaknya. Keduanya lalu terlibat pertengkaran. Sebulan kemudian,
terjadi perceraian antara suami istri tersebut. Dari mana sumber masalahnya?
Dari kalimat sederhana yang diucapkan saudara laki-laki kepada adik
perempuannya)
Saat arisan seorang ibu bertanya, "Rumahmu ini apa
tidak terlalu sempit ya Jeng? Bukankah anak-anakmu banyak?"
(Maka, rumah yang tadinya terasa lapang, sejak saat itu,
mulai dirasa sempit oleh penghuninya. Ketenangan pun hilang saat keluarga ini
mulai terbelit hutang kala mencoba membeli rumah besar dengan cara kredit ke
bank)
Seorang teman bertanya, "Berapa gajimu sebulan kerja di
toko itu?"
Ia menjawab "2 juta rupiah".
"Cuma 2 juta rupiah? Sedikit sekali ia menghargai
keringatmu. Apa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu?"
(Sejak saat itu ia jadi membenci pekerjaannya. Ia lalu
meminta kenaikan gaji pada pemilik toko dan sang pemilik toko menolak dan malah
mem-PHK nya. Kini ia malah tidak berpenghasilan dan menjadi pengangguran)
Seseorang bertanya pada kakek tua itu, "Berapa kali
anak bungsumu mengunjungimu dalam sebulan Kek?"
Si kakek menjawab, "Sebulan sekali".
Yang bertanya menimpali, "Wah, keterlaluan sekali anak
bungsumu itu. Diusia senjamu ini seharusnya dia mengunjungimu lebih
sering".
(Hati si kakek menjadi sempit padahal tadinya ia amat lapang
dan rela terhadap anak bungsunya yang jauh disana. Ia menjadi sering menangis
dan kesehatan fisiknya mulai memburuk)
Hikmah yang bisa kita petik dari cuplikan cerita di atas
adalah:
Apa sebenarnya keuntungan yang kita dapat ketika bertanya
seperti pertanyaan-pertanyaan di atas?
Apa sebenarnya yang kita peroleh dengan pertanyaan usil yang
sama sekali tak memotivasi?
Tidak ada.
Karena itu, jagalah diri dan lisan dari mencampuri kehidupan
orang lain, dengan mengecilkan dunia mereka. Menanamkan rasa tak rela pada yang
mereka miliki.
Mengkritisi penghasilan, kehidupan pribadi, dan keluarga
mereka. Mengkerdilkan hati yang awalnya besar. Menghilangkan syukur yang semula
subur.
Kita akan menjadi # AgenKerusakan di muka bumi dengan cara
yang demikian. Bila ada bom yang meledak, cobalah introspeksi diri, bisa jadi
kitalah yang menyalakan sumbunya.
~Tulisan ini aku dapatkan dalam grup WA, dengan beberapa
pengurangan dan penambahan kalimat dariku ATIYA FAUZAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar