Merindukan Purnama
Oleh : Eddy Pepe
Depok, 04 April 2017
Aku berhenti sejenak tepat di bawah sorot lampu trotoar
jalan. Hiruk pikuk dunia pada malam di tengah kota itu nyaris di dekap sunyi.
Langit gelap, awan tampaknya sedang menggumpal. Aku menoleh ke atas,
mencari-cari sorot cahaya kesunyian malam. Purnama. Ya, dia hadir.
.
Bintang di selimuti gumpalan awan hingga tak tampak lagi,
dan sorot cahaya purnama perlahan disandarkan juga oleh gumpalan awan.
.
"Hei! Purnama! Apa kamu ingin menangis?!" aku
berteriak di kesunyian kota itu sambil kepalaku menengadah ke langit.
.
Petir menggelegar. Rintik hujan pun menyerbu. Benar dugaku,
purnama sedang sedih malam hari itu. Aku melanjutkan perjalanan sambil merunduk
mengamati tiap tetesan hujan yang berjatuhan ke bumi. Hmm, sampai aku tak lagi
acuh pada diriku yang dibasahi hujan. Aku menikmati, meski dingin malam itu
menyapa tubuh, aku tak acuh.
.
Hujan bahkan paham, ia mengumpati tetesan air mataku, saat
aku ada ditengah tangis purnama. Aku bergumam, memikirkan sesuatu hal yang
mungkin juga sedang dipikirkan purnama. Tentang kerinduan. Aku dan purnama
saling merindu, namun kami belum masih bisa menjangkau untuk berjumpa malam
hari itu. Di sepanjang trotoar aku masih berjalan sendirian, merunduk sambil
kakiku menendang-nendang kaleng kosong yang kuanggap sebagai kekalutan.
.
"Purnama." kedua mataku binar, saat menatap
seorang gadis berhjilbab berdiri sendirian. Berpayung. Dan ia tampak sedang
menyeka matanya, pergi saat ia melihat keberadaanku.
.
Malam itu hujan semakin deras mengguyur kota, petir semakin
menggila suaranya. Benar-benar, purnama yang kurindukan benar-benar hilang.
Hhh, entah kapan kami di pertemukan dalam keheningan malam.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar