Nur
"Aku tak pernah mengerti apa yang membuat mereka
memuja-muja sosok seorang ayah. Yang mereka bicarakan sebagai sosok yang mulia
dan bertanggung jawab. Penuh kasih dan menjadi tangga untuk anak-anaknya
mencapai harap. Aku tak pernah mengerti. Karena bagiku, sosok ayah dalam hidup
hanyalah bualan omong kosong yang tidak berarti. Imajinasi."
"Ceritakan padaku sosok seorang ayah menurutmu!"
Tantang Nur suatu sore.
----------
Nur bukanlah anak yang terlahir dari keluarga 'broken home'.
Orang tuanya masih lengkap hingga saat ini. Beserta kedua adik laki-lakinya,
mereka masih tinggal satu atap tanpa sekat. Di mata para tetangga, mereka
adalah keluarga yang normal dengan masa lalu yang payah.
Ayahnya pernah berkali-kali menikah sebelum akhirnya menikah
dengan ibunya. Dengan tampang yang rupawan dan tutur kata yang menawan, dengan
mudah ayah Nur mampu menarik hati setiap wanita, tak terkecuali ibunya.
Ia memang bukanlah sosok ayah yang bertindak kasar ataupun
main tangan. Bahkan sebenarnya, adalah sosok yang penuh kasih dan penyayang.
Hanya saja, tidak mengerti tanggung jawab sebagai seorang suami. Akibat dari
sikap manja atas didikan orang tuanya sedari kecil. Bahkan sejak tahun pertama
pernikahan, Ibu Nur haruslah mencari nafkah seorang diri. Sosok suami yang
menjadi pelindung tak pernah ia dapatkan. Namun, ibu Nur masih tetap sabar,
berharap dengan cintanya sang suami dapat berubah hatinya.
Tahun demi tahun berlalu dengan keadaan yang tetap sama. Ibu
Nur yang harus membanting tulang seorang diri dan Nur yang mulai mengerti.
Mereka berusaha kerah hidup bahagia dengan keadaan yang payah.
Suatu hari, sang ayah pamit pergi untuk bekerja ke luar
kota. Selama tiga hari tidak pulang dan tanpa kabar. Sekiranya hari itu adalah
hari yang tak pernah ia sangka. Ayahnya pulang membawa berita bahwa ia telah
menikah lagi, siri. Dengan seorang janda anak tiga dengan suami yang berbeda.
Bagai petir di siang hari tanpa hujan ataupun badai. Keluarga itu riuh resah.
Ibu Nur menjerit sakit dan akhirnya pingsan. Sedang Nur hanya mampu terdiam
memendam dendam.
Satu minggu kemudian, sang ayah mengajak istri sirinya
pulang ke rumah. Mereka tinggal satu atap. Dengan ayah yang tidak bekerja,
mereka makan dari jerih payah ibu Nur siang dan malam. Nur saat itu hanya mampu
terdiam. Dalam hati ia berujar hanya ingin lekas lulus sekolah dan bekerja.
Nur, hingga saat ini masih menyimpan sakit itu. Hingga
usianya yang ke dua puluh dua tahun saat ini, ia masih saling menghibur dengan
sang ibu. Saling menguatkan dan menguatkan.
----------
Itu adalah cerita sepuluh tahun silam. Sosok Nur saat ini
adalah wanita riang yang menjalani hidup dengan suami dan dua orang anak. Satu
laki-laki dan satu lagi perempuan. Ia adalah wanita karier yang tak pernah
mengesampingkan kewajibannya sebagai seorang ibu dan istri.
End.
Anika Chan
Komunitas Bisa Menulis
30032017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar