Senin, 10 April 2017

CERPEN, NUR

Nur

"Aku tak pernah mengerti apa yang membuat mereka memuja-muja sosok seorang ayah. Yang mereka bicarakan sebagai sosok yang mulia dan bertanggung jawab. Penuh kasih dan menjadi tangga untuk anak-anaknya mencapai harap. Aku tak pernah mengerti. Karena bagiku, sosok ayah dalam hidup hanyalah bualan omong kosong yang tidak berarti. Imajinasi."
"Ceritakan padaku sosok seorang ayah menurutmu!" Tantang Nur suatu sore.
----------
Nur bukanlah anak yang terlahir dari keluarga 'broken home'. Orang tuanya masih lengkap hingga saat ini. Beserta kedua adik laki-lakinya, mereka masih tinggal satu atap tanpa sekat. Di mata para tetangga, mereka adalah keluarga yang normal dengan masa lalu yang payah.
Ayahnya pernah berkali-kali menikah sebelum akhirnya menikah dengan ibunya. Dengan tampang yang rupawan dan tutur kata yang menawan, dengan mudah ayah Nur mampu menarik hati setiap wanita, tak terkecuali ibunya.
Ia memang bukanlah sosok ayah yang bertindak kasar ataupun main tangan. Bahkan sebenarnya, adalah sosok yang penuh kasih dan penyayang. Hanya saja, tidak mengerti tanggung jawab sebagai seorang suami. Akibat dari sikap manja atas didikan orang tuanya sedari kecil. Bahkan sejak tahun pertama pernikahan, Ibu Nur haruslah mencari nafkah seorang diri. Sosok suami yang menjadi pelindung tak pernah ia dapatkan. Namun, ibu Nur masih tetap sabar, berharap dengan cintanya sang suami dapat berubah hatinya.
Tahun demi tahun berlalu dengan keadaan yang tetap sama. Ibu Nur yang harus membanting tulang seorang diri dan Nur yang mulai mengerti. Mereka berusaha kerah hidup bahagia dengan keadaan yang payah.
Suatu hari, sang ayah pamit pergi untuk bekerja ke luar kota. Selama tiga hari tidak pulang dan tanpa kabar. Sekiranya hari itu adalah hari yang tak pernah ia sangka. Ayahnya pulang membawa berita bahwa ia telah menikah lagi, siri. Dengan seorang janda anak tiga dengan suami yang berbeda. Bagai petir di siang hari tanpa hujan ataupun badai. Keluarga itu riuh resah. Ibu Nur menjerit sakit dan akhirnya pingsan. Sedang Nur hanya mampu terdiam memendam dendam.
Satu minggu kemudian, sang ayah mengajak istri sirinya pulang ke rumah. Mereka tinggal satu atap. Dengan ayah yang tidak bekerja, mereka makan dari jerih payah ibu Nur siang dan malam. Nur saat itu hanya mampu terdiam. Dalam hati ia berujar hanya ingin lekas lulus sekolah dan bekerja.
Nur, hingga saat ini masih menyimpan sakit itu. Hingga usianya yang ke dua puluh dua tahun saat ini, ia masih saling menghibur dengan sang ibu. Saling menguatkan dan menguatkan.
----------
Itu adalah cerita sepuluh tahun silam. Sosok Nur saat ini adalah wanita riang yang menjalani hidup dengan suami dan dua orang anak. Satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Ia adalah wanita karier yang tak pernah mengesampingkan kewajibannya sebagai seorang ibu dan istri.
End.


Anika Chan
Komunitas Bisa Menulis
30032017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar