Senin, 10 April 2017

CERPEN, MAYA

Maya
=======
"Maaf Ma, maaf. Ampuni Maya, Ma. Ampun Ma, ampun ! Apa salah Maya, Ma ?", tangisnya semakin pecah saat melihat wanita itu mengambil pedang yang sengaja dipajang di dinding. Terlihat tangan kecil yang gemetar itu berusaha menutupi kaki yang berlumuran darah. Sesekali gadis kecil tersebut meminta tolong, berharap akan ada seseorang menyelamatkan dirinya dari jiwa yang terkutuk. Namun sia-sia, tak ada yang mendengarnya, hanya ada suara seringai pedang yang siap menebas kepalanya.
.
"Apa salahmu ? Apa kau tidak menyadarinya, anak iblis !? Salahmu karena kau lahir tanpa seizinku ! Aku mengandungmu dengan rasa malu ! Tapi kau, kau hanya bersembunyi di balik perutku. Merasa tak bersalah ! Padahal sebab kau lah mereka melaknatiku, anak pendosa ! Sekarang, rasakanlah akibatnya ! Rasakan akibat kau lahir di atas penderitaanku !", seketika kesedihan yang dirasakan gadis itu berganti dengan rasa takut, sangat takut hingga mampu mencekat lehernya yang mungil. Ingin sekali ia menghindari pedang tersebut, namun naas, luka di kaki itu membuatnya sulit untuk mengelak dari kejaran malaikat maut. Tak berselang lama, pedang itu sudah berada dekat di lehernya, dan kurang dari satu detik darah segar menyembur keluar membuat seisi ruangan berwarna merah pekat. Kepala gadis itu terpelanting, menggelinding menjauhi tempat asalnya, bahkan ia belum sempat menutup mata.
.
Wanita itu tertawa lepas, ia menari-nari di antara lautan darah si gadis kecil, ia berteriak girang sambil mencipratkan darah tersebut ke wajahnya, bahagia bukan kepalang, pikirnya. Cukup lama ia menikmati masa kejayaannya, berloncatan bersama mayat yang ia bopoh, menendang-nendang bagian kepala layaknya bermain sepak bola. Sampai akhirnya ia terdiam, menatap nanar mayat yang berada di depannya. Ia menangis, isakkannya sangat kuat hingga membuatnya tak sanggup untuk menopang tubuhnya. Ia berteriak memanggil nama gadis kacil itu.
"Maya ! Kamu kenapa, May ! Siapa yang ngelakuin ini ke kamu, May ! Maya ! Bangun, May !", ia berteriak melihat kepala gadis kecil tersebut yang terpisah jauh dari tubuhnya. Lantas wanita itu meraihnya, berusaha untuk menyatukannya kembali dengan bagian tubuh yang lain. Namun sayang, tak ada perekat yang mampu mengembalikannya, kalaupun ada, malaikat maut pun tidak sudi mengembalikan arwah yang telah direnggut tanpa keridhoan Tuhannya.
.
Wanita itu kembali terdiam ketika menatap pedang yang tak jauh dari lumuran darah tersebut, tatapannya kembali menajam. Ia meraih pedang itu kemudian berdiri tegak seakan tak ada kesedihan yang ia rasakan.
.
"Ini akibatnya jika kau mengasihani si anak iblis !", ia menusukkan pedang ke perutnya, matanya kembali menatap nanar. "Apa salah kami hingga kau tega melukai kami !? Maya bukan anak iblis, tapi kau lah sang pendosa !". Wanita itu terjatuh, pasrah akan apa yang terjadi padanya. Sebelum ia melepaskan arwahnya, ia menyeringai, tertawa untuk yang terakhir kalinya, tawa yang sama saat ia merenggut nyawa si gadis kecil.

Oleh: Ulima Vasthi
Komunitas Bisa Menulis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar